Apa Urusanmu Dengan Saya
0
komentar
Urus dirimu sendiri, seperti apa yang harusnya kamu lakukan !! kejahatan orang lain bukanlah tanggung jawab kita, Dakwahi Diri Sendiri dulu, Baru Orang Lain. Urus dulu keluarga sendiri baru orang lain. Demikianlah ungkapan yang berkembang di tengah umat. “..Benahi diri sendiri dulu, baru orang lain.. benahi keluarga sendiri dulu, baru keluarga orang lain..” seolah menjadi patokan untuk menilai seorang da’i. Mereka berkeyakinan, bahwa sebelum membenahi keluarga dan diri sendiri, maka tidak patut seseorang itu memperbaiki orang lain atau keluarga lain. Tidak ada tanggung jawab terhadap kerusakan orang lain selama diri sendiri masih rusak. Sebagian mereka bahkan merasa tidak bertanggungjawab atas dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar, bahwa kerusakan serta kejahatan orang lain bukanlah tanggungjawab mereka.
Demikianlah kaum muslimin diselewengkan oleh syetan. Padahal alim ulama menjelaskan, bahwa berdasarkan Al Qur’an, ada lima tugas yang diemban oleh setiap diri umat Muhammad SAW, yaitu:
1. Tanggungjawab atas diri sendiri, firman Allah, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim 6) Setiap manusia dituntut untuk memperbaiki diri sendiri dan meningkatkan keimanan serta ketaatannya kepada Allah, agar terhindar dari api neraka.
2. Tanggung jawab Keluarga. Firman Allah. “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At Tahrim 6) Selain diri sendiri, seorang mukmin juga bertanggungjawab menjauhkan keluarganya dari murka Allah, dan membawa mereka kepada ridha-Nya.
3. Tanggung jawab atas kaum kerabat dan sahabat dekat. Allah berfirman, “Dan peringatilah keluargamu dan kaum kerabatmu.” (QS. Asy syu’ara 214) Setiap mukmin bertanggungjawab untuk mengajak kaum kerabat dan saudara-saudaranya mentaati Allah.
4. Tanggungjawab atas sesama muslim di daerah. Allah berfirman, “Dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) “ibu negeri” (Mekkah) dan (orang-orang)yang di luar lingkungannya.” (QS. Al-An’am 92) Setiap mukmin pun dituntut utuk memberi peringatan dan menyampaikan agama kepada penduduk di sekitarnya dan di luar lingkungannya.
5. Tanggungjawab seluruh manusia. Firman Allah. “Kalian sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah” (QS. Ali Imran 110)
Terakhir adalah tanggung jawab sebagai Khoiru Umat, yaitu sebaik-baik umat yang dipilih oleh Allah untuk menemui manusia untuk mengajak mereka kepada kebaikan dan menyelamatkan mereka dari murka Allah Ta’ala.
Kelima tanggungjawab tersebut adalah tanggung jawab setiap muslim, dan untuk menunaikannya tidak terikat, oleh salah satu diantara yang lima tersebut. Ketidak sempurnaan pada diri tidak menghapuskan kewajiban seseorang beramar ma’ruf terhadap keluarga. Dan ketidak sempurnaan pada keluarga tidak menghapuskan kewajiban seseorang beramar ma’ruf terhadap kaum kerabat. Dan ketidaksempurnaan terhadap kaum kerabat, tidak menghapuskan kewajiban seseorang beramar ma’ruf terhadap sesama muslim lainnya, demikian seterusnya.
Adalah keliru, jika seseorang menyaksikan kemungkaran di hadapannya, kemudian dia tidak mencegah dengan alasan bahwa ia atau keluarganya belum sepenuhnya baik. Tidak demikian. Ia tetap dituntut meramar ma’ruf nahi mungkar jika kesempatan itu ada di hadapannya, meskipun ia belum sepenuhnya baik.
Hal ini telah banyak dijelaskan melalui perjalanan Nabi SAW, beliau tidak membatasi dakwahnya kepada orang lain. Ketika ahli keluarganya sendiri, yaitu kaum Quraisy dan Bani Hasyim justru menolak ajakan beliau terhadap Isklam. Beliau terus mendakwahi manusia, orang terdekat maupun jauh, meskipun paman-pamannya, kaum kerabatnya, dan orang sekitarnya justru menolak ajakan beliau saw.
Dapat dibayangkan bagaimana jadinya jika Nabi saw mogok dakwah hanya karena beralasan akan mengurusi keluarganya dulu yang belun menerima Islam? Atau mengurusi kaum Quraisy dulu dan meninggalkan kaum yang lainnya? Tentu Islam tidak akan berkembang. Bisa jadi Islam hanya sampai pada diri Nabi saw saja. Dan kita sendiri tidak akan mengenal Islam.
Demikian juga untuk menyampaikan kebenaran Islam, seseorang tidak mesti menunggu dirinya menjadi baik, atau menunggu keluarga mejadi baik, atau kamu menjadi baik. Kapanpun seseorang berkesempatan untuk menjalankan dakwah ilallah maka pada saat itu ia mesti menyampaikannya.
Dari Anas ra., bahwa Rasulullah saw bersabda “Laa Ilaaha Illallaah selalu bermanfaat bagi siapapun yang mengucapkannya dan akan menghindarkan mereka dari adzab dan bencana selama mereka tidak mengabaikan hak-haknya “. Sahabat bertanya “ya Rasulullah apakah yang dimaksud dengan mengabaikan hak-haknya?” jawab beliau,”kemaksiatan kepada Allah yang dilakukan secara terang terangan, tetapi tidak di ubah olehnya. (Al Ashbahani – At Tharghib)
Jika membenci kemaksiatan dengan hati adalah derajat terendah, maka tingkat yang utama adalah kesempurnaan dakwah sebagai kesempurnaan iman. Dari hadits diatas, dapat di ketahui bahwa meninggalnya amar ma’ruf nahi mungkar atau menunda nundanya akan menybabkan laknat dan murka Allah dan apabila umat Muhammad saw meninggalkan tugas ini maka mereka akan ditimpa berbagai musibah bencana kehinaan dan terjauh dari pertolongan Allah
Meninggalnya amar ma’ruf hanya karena kita belum mengamalkan yang ma’ruf tersebut, akan membuat yang ma’ruf tersebut semakin ditinggalkan oleh umat. Dan meninggalkan nahi mungkar hanya karena kita belum meninggalkan yang mungkar tersebut akan membuat kemungkaran tersebut semakin merajalela.
Untuk menegakkan dakwah maka tidak mesti memandang dulu bagaimana keluargana, bagaimana tetangganya, bagaimana orang kampungnya dan sebagainya. Kemudian ia menolak berdakwah karena ia merasa keluarganya belum benar , tetangganya belum benar, tetangganya belum benar dan sebagainya
Peringatan bagi para dai firman Allah
“Sangat besar murka kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” QS. Ash Shaff 3)
Adalah peringatan bagi dai yang sama sekali tidak berminat untuk mengamalkan apa yang di dakwahkan bukan bagi orang terhalang untuk mengamalkan apa yang di sampaikannya dan ayat tersebut bukan bermakna larangan untuk beramar ma’ruf nahi mungkar. Ketika diri sendiri belum bisa mengamalkan apa yang dia nasehatkan kerena suatu udzur ia tetap menyampaikan apa yang seharusnya ia sampaaikan, ia tetap harus mengajak kepada sesuat yang bermanfaat bagi pelakunya da menjauhkan sesuatu yang berbahaya dari pelakunya.
Penekanan ayat diatas adalah kepada para dai agar intropeksi pada diri nya sendiri atas apa yang ia dakwahkan. Bukan seorang mad’u yang mengkritik seorang dai yang mengingatkannya. Bukan dalil bagi seorang murid untuk mengkritik gurunya, sehingga ia enggan menerima nasehat-nasehat kebaikan dari guru nya tersebut
Mendakwahkan suatu amalan yang belum kita amalkan dan kita tetap berniat dan berusaha untuk mengamalkannya, sedangkan amalan tersebut sangat penting untuk sampaikan maka tidaklah berdosa kita untuk menyampaikannya bahkan ia tetap di tuntut untuk menyampaikannya. Maka apakah berdosa jika seorang mengajarkan di majelisnya masalah haji sedangkan ia belum melaksanakan haji begitu juga dengan masalah zakat, waris mu’alamah nikah dan sebagainya.
Dari Anas ra. ia berkata, kami bertanya, “Ya Rasulullah, kami tidak akan menyuruh orang untuk berbuat baik sebelum kami sendiri mengamalkan semua kebaikan dan kami tidak akan mencegah kemungkaran sebelum kami meninggalkan semua kemungkaran.” Maka Nabi SAW. bersabda, “Tidak, bahkan serulah kepada kebaikan meskipun kalian belum mengamalkan semuanya, dan cegahlah dari kemungkaran, meskipun kalian belum meninggalkan semuanya.” (HR. Thabrani).
Inilah jalan hidup umat, Allah berfirman :
Katakanlah, Inilah jalan (hidup)ku, (yaitu) mengajak (manusia) kepada Allah di atas ketetapan hati, (sebagai tugas) aku dan orang-oang yang mengikutiku” (QS. Yusuf 108)
Wallahu A'lam
0 komentar:
Post a Comment