Sejarah FPI Front Pembela Islam
0
komentar
Front Pembela Islam (FPI) adalah sebuah organisasi massa Islam bergaris keras yang berpusat di Jakarta. Selain beberapa kelompok internal, yang disebut oleh FPI sebagai sayap juang, FPI memiliki kelompok Laskar Pembela Islam, kelompok paramiliter dari organisasi tersebut yang kontroversial karena melakukan aksi-aksi "penertiban" (sweeping) terhadap kegiatan-kegiatan yang dianggap maksiat atau bertentangan dengan syariat Islam terutama pada masa Ramadan dan seringkali berujung pada kekerasan.
Organisasi ini terkenal dan kontroversial karena aksi-aksinya sejak tahun 1998. Rangkaian aksi yang berujung pada kekerasan sering diperlihatkan dalam media massa.
Latar belakang
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde baru presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler.
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan. Latar belakang pendirian FPI sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain :
Adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta ummat Islam.
Pada tahun 2002 pada tablig akbar ulang tahun FPI yang juga dihadiri oleh mantan Menteri Agama dan terdakwa kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU), Said Agil Husin Al Munawar, FPI menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" seperti yang tertera pada butir pertama dari Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 ke dalam amandemen UUD 1945 yang sedang di bahas di MPR sambil membawa spanduk bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa".
Namun Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Dr. J. Soedjati Djiwandono berpendapat bahwa dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 yang diamandemen, justru dikhawatirkan akan memecah belah kesatuan bangsa dan negara, mengingat karekteristik bangsa yang majemuk. Pembentukan organisasi yang memperjuangkan syariat Islam dan bukan Pancasila inilah yang kemudian menjadi wacana pemerintah Indonesia untuk membubarkan ormas Islam yang bermasalah di tahun 2006.
0 komentar:
Post a Comment