Memahami Ujian Dan Memaknai Musibah

Posted by "membaca Al Quran 0 komentar
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.” Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, “Tuhanku menghinakanku” (QS. Al Fajr: 15-16).

Bila dirundung kemiskinan sehingga terpaksa bekerja keras pontang-panting siang dan malam untuk menutupi kebutuhan hidup, ada di antara kita merasa bahwa itu suatu kehinaan atau rendah status sosialnya. Sebaliknya, bila dianugerahkan kekayaan yang banyak, jabatan yang bagus, atau ilmu yang tinggi, bisa jadi juga kita langsung merasa diri orang-orang mulia. Padahal sesungguhnya belum tentu demikian. Sepatutnya, dua-duanya difahami sebagai ujian.

Sebagaimana diingatkan dalam Alquran, kita manusia kadangkala diuji dengan banyaknya harta, kesempatan berkuasa, dan sejenisnya, untuk dilihat sejauhmana mampu bertahan dalam ketaatan kepada Allah. Harus diakui, tak sedikit yang gagal. Lebih-lebih di zaman sekarang, siapapun yang sempat menduduki suatu kekuasaan, akan berhadapan dengan para penggoda siang dan malam. Yang jujur pun kadangkala tak sanggup bertahan, sehingga perlahan namun pasti terjerumus ke dalam jurang kecurangan dan lupa diri di sana. Demikian juga orang berilmu, yang tak sedikit di antaranya mempergunakannya untuk membela orang-orang yang salah dan pada saat yang sama menganiaya orang-orang yang benar.

Begitu juga dengan dengan orang-orang yang diuji dengan kemiskinan, yang kadangkala cepat merasa lemah dan putus asa. Padahal tidak sedikit orang yang karena hidupnya miskin, tertantang untuk berpikir keras, belajar tekun, dan berusaha sekuat tenaga menemukan celah besar di antara celah sempit hidupnya. Hasilnya, tak sedikit di antaranya mampu mengukir prestasi mencengangkan atau melakukan perubahan yang luar biasa pada dirinya dan masyarakatnya. 

Fitrah hidup manusia akan selalu dihiasi kesedihan dan kesenangan. Menyikapi keadaan yang demikian tentunya membutuhkan kecerdasan mental supaya menghasilkan pola sikap dan pola tindak yang berkualitas untuk kebaikan di masa yang akan datang. Dalam pandangan Islam bencana dan nikmat merupakan ujian hidup yang diberikan Allah Azza wa Jalla sebagai pembelajaran agar manusia selalu mawas diri menjaga predikat mahluk yang diberikan kemuliaan. Ujian hidup pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan nilai-nilai kepantasan diri supaya manusia memiliki pribadi yang paripurna seperti pribadi Rosulullah SAW.

Pencapaian pribadi paripurna hanya dapat diraih melalui proses ujian yang bertahap sesuai dengan kapasitas, dinamis dan berkelanjutan sehingga berakhir pada satu titik yaitu kepantasan diri mendapatkan kebahagiaan hakiki yakni bahagia dunia dan akhirat.

Tidak semua manusia bisa menempatkan diri sebagai pribadi yang pantas mendapat kebahagiaan salah satu penyebabnya adalah pola pandang yang salah tentang ujian hidup itu sendiri. Banyak manusia menganggap bahwa ujian hidup hanya dalam bentuk musibah yang buruk-buruk semata padahal nikmat yang baik-baik pun sebenarnya bentuk lain dari ujian hidup.

Dengan persepsi yang keliru mengakibatkan dangkalnya nilai hikmah yang bisa diambil dari setiap ujian hidup yang menimpa akibatnya tidak ada pembelajaran nilai untuk meningkatkan kualiatas iman dan amal. Padahal Allah Azza wa Jalla menghendaki dengan ujian hidup manusia berada pada jalan kebenaran agama, jalan yang diridha-Nya, jalan yang menempatkan manusia pada posisi kemuliaannya. Yaitu manusia yang berguna bagi manusia lain, manusia yang tidak melupakan Tuhannya, manusia yang taat kepada perintah-Nya, manusia yang selalu menjauhi larangan-Nya itulah yang dimaksud dengan jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang diberikan Kebahagiaan hakiki.

"Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan nikmat yang baik-baik dan bencana yang buruk-buruk, agar mereka kembali kepada kebenaran" (QS Al Araaf: 168)

Dalam ujian dan musibah, ada tujuh perkara yang perlu kita fahami sehingga kita dapat menyambut ujian atau musibah dengan jalan yang diredhai-Nya. Kaedah-kaedah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Merupakan sunnatullah bahwa di dunia ini ada perubahan, pergantian, perpindahan keadaan. Allah menetapkan dua hal yang berlawanan. Jika sesuatu telah mencapai batasnya, maka ia akan berbalik pada hal yang berlawanan dengannya. Apabila malam telah sampai batas dan telah selesai dalam putarannya maka fajar akan terbit untuk menggantikannya. Jadi kesulitan dalam hidup ini tidak berlangsung terus-menerus namun berubah menjadi kelapangan dan kemudahan.

2. Penderitaan pada awalnya besar, kemudian mengecil. Kepedihan yang diakibatkannya pun tidak berlangsung selamanya namun sakit pada awalnya dan berangsur-angsur memudar. Sikap sebagai hamba yang seharusnya adalah bersabar sejak benturan pertama, saat itulah ia mendapat pahala dan balasan. Allah memuliakan seseorang yang mampu berinteraksi dengan berbagai penderitaan karena musibah merupakan penyaringan, ujian, pengajaran, penyucian, pengampunan.

3. Seandainya bukan karena penderitaan, niscaya kenikmatan tidak dapat dirasakan. Orang yang tidak pernah ditimpa musibah hidupnya dalam gelisah resah karena larut dalam perputaran yang terus-menerus dan membosankan. Pergantian keadaan dengan adanya ujian menjadikan timbulnya kenikmatan. Ali Tamam berkata; ‘Sekalipun kepedihan berbagai peristiwa menimpamu, namun justru itu yang memberitahukanmu mengenai nikmatnya.’

4. Diantara yang dapat meringankan beban musibah adalah dalam setiap hari yang dilaluinya berarti ia telah melepaskan sebagian ujian yang menjadi tanggung jawabnya dan mendekati jalan keluar, ia menuju kepada kemudahan.

5. Allah memiliki hak mutlak mentukan apa yang terjadi pada hamba-Nya, Setiap yang ditentukan Allah itu adalah kebaikan walaupun terlihat buruk. Jadi kebaikan bukan selalu yang dianggap baik oleh seorang hamba dan keburukan bukan selalu pada hal yang disangka buruk oleh hamba. Bila demikian, maka seorang hamba dapat menyadari posisinya bahwa pengetahun tentang hal ini semuanya ada di tangan Allah SWT.

6. Jika musibah sangat berat dan sangat menyakitkan dan telah sampai puncaknya, maka datanglah jalan keluar. Segala sesuatu mengalami perubahan dan kepupusan kecuali Allah yang kekal. Jadi jika musibah telah membesar dan semakin parah, maka itu merupakan kabar gembira bahwa musibah itu akan sirna dan berlalu.

7. Jika seorang hamba menemui musibah sampai ditimpa keputusasaan serta tidak mampu menembus pemecahan masalah maka datanglah jalan keluar itu. Ketika itu seorang hamba dalam keadaan pasrah hanya pada Allah dan ketauhidannya inilah mendekatkannya pada pertolongan Allah. QS Yusuf 110, ‘Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa.’

Pada kondisi ini manusia telah gagal dalam pencariannya pada manusia sehingga ia menemukan hasrat yang kuat menuju Allah, dan ketika ia memohon, maka Allah memberi karunia-Nya. QS An-Naml 62, ‘Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada Ilah (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).’

Wallahu A'lam

0 komentar:

Post a Comment

Blogger news

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

About