0
komentar
Detik-detik yang berlalu bagi manusia di dunia ini tak terlepas dari peran mewakili. Ucapan, sikap, dan perbuatan seseorang menunjukkan keterwakilannya, meskipun tak setiap waktu disadari. Sebahagian orang murni mewakili Islam lewat kata-kata, perbuatan-perbutan lain, dan hatinya.
Namun, tidak sedikit juga orang yang menyebut diri muslim yang mewakilinya setengahnya, sepertiganya, sepersekian saja, atau bahkan tak mewakili sama sekali.
Berapa persen seseorang mewakili ajaran Islam, bisa dirasakan sendiri setiap saat. Gerak gerik tubuh menunjukkan tanda-tandanya. Bila hati tak pernah tergugah untuk menyayangi sesama; bila ucapan sering bersifat menyakiti dan sama sekali tak member manfaat; bila sikap lebih mementingkan hanya diri sendiri; bila lebih suka menyombongkan dengan ilmu, amal, harta, kekuasaan, dan keturunan; bila suka membunuh sesama; bila suka memakan hak-hak orang lain; bila duduk, berdiri, dan berbaring di atas harta haram; bila yang dimasukkan ke perut juga harta haram, bila kata-kata yang mengandung kebaikan dicaci; masih patutkah menyebut diri mewakili Islam?
Sungguh ajaran yang diajarkan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam tak pernah mengajarkan demikian.
Tak ada yang bisa menambah persentase diri kita mewakili ajaran Islam, kecuali mau mengusahakan sendiri untuk itu. Di samping masjid pun hidup, bila tidak menggugah dan merubah diri, tak akan merubah keadaan. Apalagi bukan tidak ada manusia yang merasakan azan bukan sebagai panggilan, tetapi bahkan sebagai gangguan. Begitu keras hati sebahagian membatu, yang hanya akan lembut, menurut para ulama, manakala selalu mengingat Allah.
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring...”
0 komentar:
Post a Comment