Aqidah Dan Pembagian Tauhid
0
komentar
'Aqidah dalam islam ( اَلْعَقِيْدَةُ) dalam istilah Islam yang berarti iman, semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah. Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut, semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya semuanya menyerukan kepada Tauhid agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya, Inilah yang kemudian disebut Rukun Iman.
Menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya. Jadi, 'Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih .
Pembagian Tauhid
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hamba-Nya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
Tauhid Al-Uluhiyyah, mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Tauhid Ar-Rububiyyah, mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Tauhid Al-Asma' was-Sifat, mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak diragukan lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata.
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hamba-Nya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
Tauhid Al-Uluhiyyah, mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Tauhid Ar-Rububiyyah, mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Tauhid Al-Asma' was-Sifat, mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak diragukan lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata.
Dalil Aqidah Islamiyah
Dalil Aqidah Islamiyah itu ada dua macam, yaitu : Dalil Aqli (menggunakan akal) dan Dalil Naqli (dari Al-Quran dan Hadis).
Yang menentukan apakah dalil itu aqli atau naqli adalah fakta dari permasalahan yang ditunjukkan untuk diimani. Apabila permasalahannya adalah fakta yang bisa dilihat maka dipastikan dalilnya aqli bukan naqli. Namun jika permasalahannya tidak dapat diindera maka dalilnya adalah naqli. Dalil naqli itu sendiri diperoleh dari perkara yang boleh diindera. Maksudnya keberadaannya sebagai dalil tercakup didalam perkara yang dapat diindera. Kerana itu dalil naqli digolongkan sebagai dalil yang layak untuk diimani tergantung pada dalil aqli dalam menetapkannya sebagai dalil.
- Allah SWT - Orang yang mendalami perkara yang dituntut aqidah Islam untuk diimani akan menjumpai bahwa Iman kepada (wujud) Allah SWT dalilnya adalah aqli. Alasannya perkara tersebut – yaitu adanya al-Khaliq (Maha Pencipta) bagi segala yang ada.
- Malaikat - Iman terhadap (keberadaan) Malaikat-Malaikat dalilnya adalah naqli. Alasannya keberadaan Malaikat tidak dapat dijangkau indera. Malaikat tidak boleh dijangkau zatnya dan tidak boleh dijangkau dengan apapun yang menunjukkan atas keberadaan nya.
- Kitab-Kitab - Iman terhadap Kitab-Kitab Allah SWT dapat dihuraikan sebagai berikut. Jika yang dimaksud adalah Iman terhadap Al-Quran maka dalilnya aqli, karena Al-Quran dapat diindera dan dijangkau. Demikian pula kemukjizatan Al-Quran dapat diindera sepanjang zaman. Tetapi jika yang dimaksud adalah iman terhadap kitab-kitab selain Al-Quran, seperti Taurat, Injil dan Zabur, maka dalilnya adalah naqli. Alasannya bahawa Kitab-Kitab ini adalah dari sisi Allah SWT tidak dapat dijangkau keberadaannya sepanjang zaman. Kitab-Kitab tersebut adalah dari sisi Allah SWT dan dapat dijangkau keberadaanya tatkala ada Rasul yang membawanya sebagai mukjizat. Kemukjizatannya berhenti saat waktunya berakhir. Jadi, mukjizat tersebut tidak dijangkau oleh orang-orang setelahnya. Namun sampai kepada kita berupa berita yang mengatakan bahwa kitab tersebut berasal dari Allah SWT dan diturunkan kepada Rasul.
- Rasul-Rasul - Begitu pula halnya Iman terhadap para Rasul. Iman terhadap Rasul (Nabi Muhammad s.a.w.) dalilnya aqli, karena pengetahuan akan Al-Quran sebagai kalam Allah dan ia dibawa oleh Rasul (Nabi Muhammad s.a.w.) adalah sesuatu yang dapat diindera. Dengan mengindera Al-Quran dapat diketahui bahwa Muhammad itu Rasulullah. Hal itu dapat dijumpai sepanjang zaman dan setiap generasi. Sedangkan Iman terhadap para Nabi dalilnya adalah naqli, kerana dalil (bukti) kenabian para Nabi yaitu Mukjizat-Mukjizat mereka tidak dapat diindera kecuali oleh orang-orang yang sezaman dengan mereka. Bagi seseorang tidak ada bukti yang dapat diindera atas kenabiannya. Karena itu bukti atas kenabiannya bukan dengan dalil aqli melainkan dengan dalil naqli. Lain lagi bukti atas kenabian (Nabi Muhammad s.a.w.) yang berupa mukjizat beliau. Mukjizat tersebut selalu ada dan dapat diindera, iaitu Al-Quran.
- Hari Kiamat - Dalil Hari Kiamat adalah naqli, kerana Hari Kiamat tidak dapat diindera, lagi pula tidak ada satu pun perkara yang dapat diindera yang menunjukkan tentang Hari Kiamat. Dengan demikian tidak terdapat (satu) dalil aqli pun untuk hari kiamat.
- Qada dan Qadar - Qada dan Qadar dalilnya aqli, kerana Qada adalah perbuatan manusia yang dilakukannya atau yang menimpanya dan tidak dapat ditolak. Ia adalah sesuatu yang dapat diindera maka dalilnya adalah aqli. Qadar adalah khasiat sesuatu yang dimunculkan / dimanfaatkan oleh manusia, seperti kemampuan membakar yang ada pada api, kemampuan memotong yang ada pada pisau. Khasiat ini adalah sesuatu yang dapat diindera, maka dalil untuk perkara Qadar adalah aqli.
Sumber aqidah Islam adalah al-Qur’an dan as-sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh allah dalam al-qur’an dan rasulullah dalam sunnah-nya wajib diimani, diyakini, dan diamalkan.
Akal fikiran sama sekali bukan sumber aqidah Islam, tetapi merupakan instrumen yang berfungsi untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba kalau diperlukan membuktikan secara ilmiyah kebenaran yang disampaikan oleh al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran penuh bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemapuan semua makhluk Allah.
Misalnya, akal tidak mampu menunjukan jawaban atas pertanyaan kekekalan itu sampai kapan? Atau akal tidak sanggup menunjukan tempat yang tidak ada di darat atau di laut, di udara dan tidak dimana-mana. Karena kedua hal tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Tipe muslim yang memilki aqidah yang kuat akan tampak dari semangatnya yang tak kenal lelah melakukan berbagai aktivitas untuk mencapai dan menegakan kebaikan. Sekali dia berniat, ia akan menepati cita-citanya secara serius dan cermat, serta tidah mudah menyerah bila berhadapan dengan cobaan dan rintangan.
Dengan semangat semacam ini seorang muslim selalu berusaha mengambil posisi dan memainkan peranan positif, dinamis, dan keratif dalam penanganan kerjanya, dan memberi contoh kepada orang yang disekitarnya.
Sedemikian pentingnya peran dan kontribusi aqidah bagi peningkatan kualitas hidup seorang muslim, sebagai prinsip Islam dalam seluruh aspek kehidupannya.
Wallahu A'lam
0 komentar:
Post a Comment